Hakikat Hijrah Yaitu Hijrah Dari Maksiat Pada Allah Kepada Menta'atiNya...Ingatlah, Bahwa Maksiat Yang Paling Besar Adalah Syirik, Dan Keta'atan Yang Paling Agung adalah Bertauhid Pada Allah 'Azza Wajalla...Maka Oleh Karena Itu Bertauhidlah Kepada Allah Semata Dan Jauhilah Segala Bentuk Kesyirikan DAURAH QUBRA SEPUTAR 143 Permasalahan Puasa Dan I'tikaf Kontak Person: 085237021944

Jadwal Shalat

Radio Jihad On Line Perhatikan Waktu Shalatmu Saudaraku...Jika Waktu Shalat Tiba, Cari masjid Yang Terdekat Dengan Anda..Tunaikan Segera dan Jangan Di Tunda-tunda!!!

Jumat, 18 Oktober 2013

HUKUM SEPUTAR NUSYUZ

1.       Pengertian Nusyuz
Secara bahasa nusyuz bermakna irtifa’, tinggi. Istri yang bermaksiat kepada suaminya diistilahkan nasyiz (orang yang berbuat nusyuz) karena pada perbuatannya tersebut ada sikap tinggi dan mengangkat dirinya dari menaati suaminya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Nusyuz istri adalah ia tidak menaati suaminya apabila suaminya mengajaknya ke tempat tidur, atau ia keluar rumah tanpa minta izin suami dan perkara semisalnya yang seharusnya ia tunaikan sebagai wujud ketaatan kepada suaminya.” (Majmu’ Fatawa, 32/277)

Jadi, Nusyûz adalah pelanggaran istri terhadap perintah dan larangan suami secara mutlak (dalam hal yang baik). contoh:  istri tidak melakukan kewajiban –kewajiban dalm islam seperti shalat dan yang lainya, atau melakukan keharaman seperti tabarruj (berpenampilan yang menarik perhatian lelaki lain), zina dan larangan-larangan allah yang lain.
2.         Hukum Nusyuz Dalam Islam
Haram bagi seorang wanita untuk melakukan nusyuz terhadap suaminya. karena suami adalah pemimpin yang harus dan wajib ditaati
Allah Subuhanahu Wata'ala Berfirman:
وَاللاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلا
Artinya: (Terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kalian (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya atau sampai Allah memberikan jalan yang lain kepada mereka (QS an-Nisa’ [4]: 15).
3.          Cara menghadapi istri yang durhaka (nusyuz)
Allah Swt. berfirman:
]وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا[
Artinya: Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyûz-nya, maka nasihatilah mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidurnya, dan pukullah mereka (dengan pukulan yang tidak membekas). Jika mereka menaati kalian maka janganlah kalian mencari-cari alasan untuk menghukum mereka. (QS an-Nisa’ [4]: 34).
Jadi, bentuk sanksi tersebut adalah:
1.      menasihatinya dan memberikan peringatan kepadanya;
2.      meninggalkannya di tempat tidur;
ini hanya berlaku didalam rumah saja, tidak diluar rumah, dan tidak dihadapan anaka-anak. rasulyllah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Dari Mu’awiyah bin Hairah r.a. bertanya, ”Ya Rasulullah, apa hak isteri seorang diantara kami yang harus ditunaikan suaminya.” Jawab Beliau, ”Kamu harus memberinya makan ketika kamu makan dan kamu harus memberinya pakaian pada waktu kamu berpakain; kamu tidak boleh memukul wajah, tidak boleh menjelekkan(nya) dan tidak boleh memisahkan kecuali dalam rumah,” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:1500, ’Aunul Ma’bud VI:180 no:2128, dan Ibnu Majah I:593 no:1850).
3.      memukulnya dengan pukulan yang tidak membekas.
- Tidak memukul bagian muka (wajah), karena muka adalah bagian tubuh yang paling terhormat.
- Tidak memukul perut atau bagian tubuh lain yang yang dapat menyebabkan kematian atau kemudaratan, karena pemukulan ini tidak dimaksudkan untuk menciderai, melainkan untuk mengubah sikap nusyuz isteri.
-  Tidak memukul di satu tempat, karena akan menambah rasa sakit dan akan memperbesar timbulnya bahaya.
-   Tidak memukul dengan alat yang bisa melukai. Dalam hal ini, mazhab Hanafi menganjurkan penggunaan alat berupa sepuluh lidi atau kurang dari itu, sesuai sabda Nabi, ”Tidak dibenarkan seorang dari kamu memukul dengan pemukul yang lebih dari sepuluh lidi kecuali untuk melakukan hal yang telah ditetapkan olah Allah SWT.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam konteks ini, apabila pemukulan tenyata mengakibatkan wafatnya isteri, maka suami dikenai hukum qishash, karena ia telah mengabaikan syarat pemukulan yang mengharuskan terpeliharanya keselamatan isteri. Ini menurut mazhab Hanafi dan Syafi’i. Sedangkan menurut mazhab Maliki dan Hanbali, suami tidak dikenai hukum qishash, karena pemukulan tersebut dibenarkan oleh syariat, selama dilakukan sesuai kriteria yang berlaku.
Yang perlu dicatat, meski pemukulan terhadap isteri yang nusyuz boleh dilakukan sesuai kriteria di atas, namun akan lebih baik lagi jika pemukulan itu dihindari. Ini sesuai dengan Sabda Nabi, ”Dan tidak memukul adalah tindakan yang terbaik bagi kamu.” (HR. al-Bukhari)
4.      mengutus juru damai. Tahapan ini sebetulnya merupakan salah satu langkah untuk mengatasi syiqaaq, bukan sekedar nusyuz. Syiqaaq sendiri secara umum dapat dimengerti sebagai ”perselisihan yang tajam dan mengarah pada perceraian”, yaitu kondisi ketegangan yang biasanya merupakan kelanjutan dari nusyuz yang tidak tertanggulangi.
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
Firman Allah, ”Kemudian jika kamu menghawatirkan perselisihan antara keduanya, hendaknya kamu mengutus hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan hakam dari keluarga perempuan. Jika keduanya menginginkan berdamai, niscaya Allah akan memberi taufik di antara keduanya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal ” (QS. an-Nisaa’, 4: 35).
Allah SWT berfirman,
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Artinya: ”Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tidak acuh) maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa saja yang kamu kerjakan.” (An-Nisaa’:128).


4.     Hukuman Bagi Wanita Yang Nusyuz
a.      dipisahkan dr tempat tidur
b.      dipukul
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِنْ خِفْتُمْ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ
“…Maka apabila kalian mengkhawatirkan nusyuz mereka (para istri), berilah mau’izhah kepada mereka, boikotlah mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras….” (HR. Ahmad dalam Musnadnya 5/72,73 dengan sanad yang shahih)
c.       akan dilaknat oleh istri suaminya disurga
لَا تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا، إِلَّا قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الحُورِ العِينِ: لَا تُؤْذِيهِ، قَاتَلَكِ اللَّهُ، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya ketika di dunia, melainkan istri si suami di surga dari kalangan bidadari bermata indah berkata : ‘Jangan sakiti dia. Semoga Allah melaknatmu. Sesungguhnya dia di sisimu hanyalah tamu dan sekedar singgah, hampir-hampir dia akan berpisah denganmu untuk bertemu dengan kami” (HR. Tirmidzi dan beliau menilainya hasan)
d.       akan dilaknat malaikat sepanjang malam
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ  ان تجيء لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika seorang suami mengajak istrinya untuk berhubungan suami-istri, kemudian si istri menolaknya, maka malaikat akan melaknatnya hingga pagi” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud-dengan lafazh ini di ta’liq kitab)
e.      diceraikan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian mewariskan kepada wanita dengan jalan paksa dan janganlah kalian menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kalian berikan kepada mereka, kecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata (QS an-Nisa’ [4]: 19).

5.     Bolehkan istri yang nusyuz diceraikan?
Boleh, akan tetapi damai itu lebih baik
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Artinya: ”Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tidak acuh) maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa saja yang kamu kerjakan.” (An-Nisaa’:128).

6.     adab suami setelah istrinya taubat
a.         memaafkanya, tidak mengungkit-ngungkitnya lagi
فَلاَ تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً
“Kemudian jika mereka telah menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (An-Nisaa’:34).
2. sabar
مَا يَزَالُ اْلبَلاَء بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى الله وَمَا عَلَيْهِ خَطِيْئَ ةٌ. [رواه الترمذي]
Tidaklah bala’ selalu menimpa orang Mukmin dan Mukminah mengenai diri, anak dan hartanya, kecuali dia akan menghadap Allah tanpa dosa (HR at-Tirmidzi).
7.     bagaimana seharusnya menjadi istri
Allah k berfirman:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ
artinya: “Maka wanita-wanita yang shalihat adalah mereka yang taat kepada Allah, taat kepada suami-suami mereka sampai pun suami-suami mereka tidak ada di tempat (sedang bepergian)1, yang demikian itu (dapat mereka lakukan) disebabkan penjagaan Allah terhadap mereka.” (Q.S An-Nisa`: 34)
Wanita-wanita shalihat (seperti yang disebutkan dalam ayat di atas) memiliki akhlak dan adab yang tinggi terhadap suami. Namun di antara wanita ada yang keberadaannya justru sebaliknya, di mana mereka berbuat nusyuz terhadap suami.” (Asy-Syarhul Mumti’, 5/392)
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الجَنَّةَ
“Wanita manapun yang meninggal sedangkan suaminya ridho kepadanya, dia akan masuk surga” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dinilai shahih oleh al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi)
Ingatkanlah sang istri bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ  ان تجيء لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
artinya: “Jika seorang suami mengajak istrinya untuk berhubungan suami-istri, kemudian si istri menolaknya, maka malaikat akan melaknatnya hingga pagi” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud-dengan lafazh ini di ta’liq kitab)
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
artinya: “Seandainya aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud (yakni sujud hormat) pada orang lain, niscaya aku perintahkan agar seorang istri sujud pada suaminya” (HR. Tirmidzi dan beliau menilainya hasan)
8.     kewajiban suami membimbing keluarga dengan bimbingan syar'iyyah nabawiyyah
Rasulullah saw. bersabda:
«خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لاِهْلِهِ وَاَنَا خَيْرُكُمْ لاَِهْلِيْ»
artinya: Sebaik-baik kalian adalah kalian yang paling baik terhadap keluarganya, dan akulah orang yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku. (HR Muslim).
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
 artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (At-Tahrim: 6)

                                                                                   

Related Post



Tidak ada komentar: