1.
Pengertian Nusyuz
Secara bahasa nusyuz bermakna irtifa’, tinggi.
Istri yang bermaksiat kepada suaminya diistilahkan nasyiz (orang yang berbuat
nusyuz) karena pada perbuatannya tersebut ada sikap tinggi dan mengangkat
dirinya dari menaati suaminya.
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Nusyuz istri adalah ia tidak menaati
suaminya apabila suaminya mengajaknya ke tempat tidur, atau ia keluar rumah
tanpa minta izin suami dan perkara semisalnya yang seharusnya ia tunaikan
sebagai wujud ketaatan kepada suaminya.” (Majmu’ Fatawa, 32/277)
Jadi, Nusyûz
adalah pelanggaran istri terhadap perintah dan larangan suami secara mutlak
(dalam hal yang baik). contoh: istri
tidak melakukan kewajiban –kewajiban dalm islam seperti shalat dan yang lainya,
atau melakukan keharaman seperti tabarruj (berpenampilan yang menarik perhatian
lelaki lain), zina dan larangan-larangan allah yang lain.
2.
Hukum Nusyuz
Dalam Islam
Haram
bagi seorang wanita untuk melakukan nusyuz terhadap suaminya. karena suami
adalah pemimpin yang harus dan wajib ditaati
Allah Subuhanahu Wata'ala Berfirman:
وَاللاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ
نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا
فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ
اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلا
Artinya: (Terhadap)
para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di
antara kalian (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi
persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka
menemui ajalnya atau sampai Allah memberikan jalan yang lain kepada mereka (QS
an-Nisa’ [4]: 15).
3.
Cara menghadapi
istri yang durhaka (nusyuz)
Allah
Swt. berfirman:
]وَاللاَّتِي
تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللَّهَ
كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا[
Artinya: Wanita-wanita yang kalian khawatirkan
nusyûz-nya, maka nasihatilah mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidurnya,
dan pukullah mereka (dengan pukulan yang tidak membekas). Jika mereka menaati
kalian maka janganlah kalian mencari-cari alasan untuk menghukum mereka. (QS
an-Nisa’ [4]: 34).
Jadi, bentuk sanksi tersebut adalah:
1.
menasihatinya dan memberikan peringatan
kepadanya;
2.
meninggalkannya di tempat tidur;
ini hanya berlaku didalam rumah saja, tidak
diluar rumah, dan tidak dihadapan anaka-anak. rasulyllah shollallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
Dari Mu’awiyah bin Hairah r.a. bertanya, ”Ya
Rasulullah, apa hak isteri seorang diantara kami yang harus ditunaikan
suaminya.” Jawab Beliau, ”Kamu harus memberinya makan ketika kamu makan dan
kamu harus memberinya pakaian pada waktu kamu berpakain; kamu tidak boleh
memukul wajah, tidak boleh menjelekkan(nya) dan tidak boleh memisahkan kecuali
dalam rumah,” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:1500, ’Aunul Ma’bud VI:180 no:2128,
dan Ibnu Majah I:593 no:1850).
3.
memukulnya dengan pukulan yang tidak membekas.
- Tidak memukul bagian muka (wajah), karena
muka adalah bagian tubuh yang paling terhormat.
- Tidak memukul perut atau bagian tubuh lain
yang yang dapat menyebabkan kematian atau kemudaratan, karena pemukulan ini
tidak dimaksudkan untuk menciderai, melainkan untuk mengubah sikap nusyuz
isteri.
- Tidak memukul di satu tempat, karena akan menambah rasa
sakit dan akan memperbesar timbulnya bahaya.
- Tidak memukul dengan alat yang bisa melukai. Dalam hal
ini, mazhab Hanafi menganjurkan penggunaan alat berupa sepuluh lidi atau kurang
dari itu, sesuai sabda Nabi, ”Tidak dibenarkan seorang dari kamu memukul
dengan pemukul yang lebih dari sepuluh lidi kecuali untuk melakukan hal yang
telah ditetapkan olah Allah SWT.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam konteks ini, apabila
pemukulan tenyata mengakibatkan wafatnya isteri, maka suami dikenai hukum qishash,
karena ia telah mengabaikan syarat pemukulan yang mengharuskan terpeliharanya
keselamatan isteri. Ini menurut mazhab Hanafi dan Syafi’i. Sedangkan menurut
mazhab Maliki dan Hanbali, suami tidak dikenai hukum qishash,
karena pemukulan tersebut dibenarkan oleh syariat, selama dilakukan sesuai
kriteria yang berlaku.
Yang perlu dicatat, meski
pemukulan terhadap isteri yang nusyuz boleh dilakukan sesuai kriteria di atas,
namun akan lebih baik lagi jika pemukulan itu dihindari. Ini sesuai dengan
Sabda Nabi, ”Dan tidak memukul adalah tindakan yang terbaik
bagi kamu.” (HR. al-Bukhari)
4.
mengutus juru damai. Tahapan ini sebetulnya merupakan
salah satu langkah untuk mengatasi syiqaaq, bukan sekedar nusyuz. Syiqaaq
sendiri secara umum dapat dimengerti sebagai ”perselisihan yang tajam dan
mengarah pada perceraian”, yaitu kondisi ketegangan yang biasanya merupakan
kelanjutan dari nusyuz yang tidak tertanggulangi.
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا
فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا
إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا
خَبِيرًا
Firman Allah, ”Kemudian
jika kamu menghawatirkan perselisihan antara keduanya, hendaknya kamu mengutus
hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan hakam dari keluarga perempuan.
Jika keduanya menginginkan berdamai, niscaya Allah akan memberi taufik di
antara keduanya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal
” (QS. an-Nisaa’, 4: 35).
Allah SWT berfirman,
وَإِنِ
امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ
عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ
وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ
اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Artinya: ”Dan jika seorang wanita khawatir akan
nusyuz atau tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya
mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik
(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu
bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan
sikap tidak acuh) maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa saja yang
kamu kerjakan.” (An-Nisaa’:128).
4.
Hukuman Bagi
Wanita Yang Nusyuz
a.
dipisahkan dr
tempat tidur
b.
dipukul
bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِنْ خِفْتُمْ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ …
“…Maka apabila kalian mengkhawatirkan nusyuz mereka (para istri), berilah mau’izhah kepada mereka, boikotlah mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras….” (HR. Ahmad dalam Musnadnya 5/72,73 dengan sanad yang shahih)
فَإِنْ خِفْتُمْ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ …
“…Maka apabila kalian mengkhawatirkan nusyuz mereka (para istri), berilah mau’izhah kepada mereka, boikotlah mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras….” (HR. Ahmad dalam Musnadnya 5/72,73 dengan sanad yang shahih)
c.
akan dilaknat
oleh istri suaminya disurga
لَا تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا،
إِلَّا قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الحُورِ العِينِ: لَا تُؤْذِيهِ، قَاتَلَكِ
اللَّهُ، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya
ketika di dunia, melainkan istri si suami di surga dari kalangan bidadari
bermata indah berkata : ‘Jangan sakiti dia. Semoga Allah melaknatmu.
Sesungguhnya dia di sisimu hanyalah tamu dan sekedar singgah, hampir-hampir dia
akan berpisah denganmu untuk bertemu dengan kami” (HR. Tirmidzi dan beliau
menilainya hasan)
d.
akan dilaknat malaikat sepanjang malam
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى
فِرَاشِهِ فَأَبَتْ ان تجيء لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika seorang suami mengajak istrinya untuk
berhubungan suami-istri, kemudian si istri menolaknya, maka malaikat akan
melaknatnya hingga pagi” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud-dengan lafazh ini di ta’liq
kitab)
e.
diceraikan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَحِلُّ
لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا
بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak
halal bagi kalian mewariskan kepada wanita dengan jalan paksa dan janganlah
kalian menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa
yang telah kalian berikan kepada mereka, kecuali bila mereka melakukan
perbuatan keji yang nyata (QS an-Nisa’ [4]: 19).
5.
Bolehkan istri
yang nusyuz diceraikan?
Boleh,
akan tetapi damai itu lebih baik
وَإِنِ
امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ
عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ
وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ
اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Artinya: ”Dan jika seorang wanita khawatir akan
nusyuz atau tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya
mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik
(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul
dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tidak
acuh) maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa saja yang kamu
kerjakan.” (An-Nisaa’:128).
6.
adab suami
setelah istrinya taubat
a.
memaafkanya,
tidak mengungkit-ngungkitnya lagi
فَلاَ تَبْغُوا
عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً
“Kemudian jika mereka
telah menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya.” (An-Nisaa’:34).
2. sabar
2. sabar
مَا يَزَالُ اْلبَلاَء بِالْمُؤْمِنِ
وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى الله وَمَا
عَلَيْهِ خَطِيْئَ ةٌ. [رواه الترمذي]
Tidaklah bala’ selalu menimpa orang Mukmin dan
Mukminah mengenai diri, anak dan hartanya, kecuali dia akan menghadap Allah
tanpa dosa (HR at-Tirmidzi).
7.
bagaimana
seharusnya menjadi istri
Allah
k berfirman:
فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ
artinya:
“Maka wanita-wanita yang shalihat adalah mereka yang taat kepada Allah, taat
kepada suami-suami mereka sampai pun suami-suami mereka tidak ada di tempat
(sedang bepergian)1, yang demikian itu (dapat mereka lakukan) disebabkan
penjagaan Allah terhadap mereka.” (Q.S An-Nisa`: 34)
Wanita-wanita
shalihat (seperti yang disebutkan dalam ayat di atas) memiliki akhlak dan adab
yang tinggi terhadap suami. Namun di antara wanita ada yang keberadaannya
justru sebaliknya, di mana mereka berbuat nusyuz terhadap suami.” (Asy-Syarhul
Mumti’, 5/392)
أَيُّمَا
امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الجَنَّةَ
“Wanita manapun yang meninggal sedangkan suaminya
ridho kepadanya, dia akan masuk surga” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dinilai shahih
oleh al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi)
Ingatkanlah
sang istri bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَعَا
الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ ان تجيء لَعَنَتْهَا
المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
artinya: “Jika
seorang suami mengajak istrinya untuk berhubungan suami-istri, kemudian si
istri menolaknya, maka malaikat akan melaknatnya hingga pagi” (HR. Bukhari,
Muslim, Abu Dawud-dengan lafazh ini di ta’liq kitab)
لَوْ كُنْتُ
آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ
لِزَوْجِهَا
artinya: “Seandainya
aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud (yakni sujud hormat) pada orang lain,
niscaya aku perintahkan agar seorang istri sujud pada suaminya” (HR. Tirmidzi
dan beliau menilainya hasan)
8.
kewajiban suami
membimbing keluarga dengan bimbingan syar'iyyah nabawiyyah
Rasulullah saw. bersabda:
«خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لاِهْلِهِ وَاَنَا
خَيْرُكُمْ لاَِهْلِيْ»
artinya: Sebaik-baik kalian adalah kalian yang
paling baik terhadap keluarganya, dan akulah orang yang terbaik di antara
kalian terhadap keluargaku. (HR Muslim).
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian
dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (At-Tahrim: 6)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar