Hakikat Hijrah Yaitu Hijrah Dari Maksiat Pada Allah Kepada Menta'atiNya...Ingatlah, Bahwa Maksiat Yang Paling Besar Adalah Syirik, Dan Keta'atan Yang Paling Agung adalah Bertauhid Pada Allah 'Azza Wajalla...Maka Oleh Karena Itu Bertauhidlah Kepada Allah Semata Dan Jauhilah Segala Bentuk Kesyirikan DAURAH QUBRA SEPUTAR 143 Permasalahan Puasa Dan I'tikaf Kontak Person: 085237021944

Jadwal Shalat

Radio Jihad On Line Perhatikan Waktu Shalatmu Saudaraku...Jika Waktu Shalat Tiba, Cari masjid Yang Terdekat Dengan Anda..Tunaikan Segera dan Jangan Di Tunda-tunda!!!

Sabtu, 19 September 2015

Hukum Shalat 'Idain

Hukum Shalat 'Idain
Para ulama berbeda pendapat didalam hukum Sholat ‘Idain, yaitu ada tiga pendapat:
Pertama: Sunnah Mu’akkadah. Ini adalah pendapatnya  Imam Malik dan Imam Asy-syafi’i  Rahimahumallah Ta’ala.
Shalat dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha hukumnya adalah sunnah muakkadah dikarenakan Rasulullah saw tidak pernah meninggalkannya di setiap hari raya. Hal itu berdasarkan apa yang diriwayatkan Imam Muslim dari Thalhah bin Ubaidullah berkata, "Seorang laki-laki dari penduduk Nejd yang rambutnya berdiri datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kami mendengar gumaman suaranya, namun kami tidak dapat memahami sesuatu yang dia ucapkan hingga dia dekat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ternyata dia bertanya tentang Islam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Islam adalah shalat lima waktu siang dan malam.’ Dia bertanya lagi, ‘Apakah saya masih mempunyai kewajiban selain-Nya? ‘ Beliau menjawab: ‘Tidak, kecuali kamu melakukan shalat sunnah dan puasa Ramadlan.”.

Kedua: Fardhu Kifayah: Ini adalah pendapatnya Imam Ahmad Rahimahullahu ta’ala
Ketiga: Wajib Terhadap Semua Muslim, maka berdosa bagi siapapun yang meninggalkannya. Ini adalah pendapatnya imam abu hanifah dan juga riwayat dari imam ahmad. Dan ini juga adalah pendapat yang dipilih oleh syekh islam ibnu taimiyah dan imam asy-syaukany rahuimahumullahu jami’an (silakan lihat al-majmu’ 5/5, Al-mughni 3/253, al-inshof 5/316 dan al-ikhtiyaaraat halaman 82)
Lalu Mana Yang Rojih?
Pendapat yang ketiga inilah yang rojih, wallahu a’lam, hal ini berdasarkan beberapa dalil, dan adapun dalilnya adalah sebagai berikut:
1.   Firman Allah Subuhanahu Wata’ala Q.S Al-kautsar ayat 2
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah (Q.S Al-kautsar: 2)
Ibnu qudamah berkata: tafsir yang paling masyhur bahwa yang dimaksud dengan sholat dalam ayat ini adalah sholat ‘iid  (Al-mughni 3/253)
Begitulah yang dikatakan oleh qotadah, ‘Atho’ dan ‘Ikramah :  فَصَلِّ لِرَبِّكَ yaitu sholat ‘id dan hari nahar, وَانْحَرْ yaitu nusuknya.
Anas bin malik berkata : adalah Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam menyembelih dulu kemudian sholat ‘id. Maka turunlah perintah ini untuk sholat terlebih dahulu kemudian berkurban.
Sa’id bin jubair berkata: ayat ini diturunkan dihudaibiyah ketika Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dan kaum muslimin terhalang untuk melakukan ibadah haji, maka diperintahkanlah oleh Alla untuk sholat dan menyembelih hewan qurban yang mereka bawa, kemudian pulang kembali ke madinah”.
Inilah yang rojih wallahu a’lam. Sekalipun sebagian ulama seperti ibnu jarir dalam tafsirnya (12/724), dan ibnu katsir dalam tafsirnya (8/502) berkata : bahwa yang dimasud dengan sholat dan qurban dalam ayat ini adalah  sholat dan qurban secara umum yaitu dalam semua sholat dan qurban, diperintahkan untuk melakukannya hanya karena Allah semata. Sebagaimana firman Allah :
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.  (Q.S Al-an’am : 162)
        Akan tetapi asbabu nuzul ayat ini adalah dalam hal sholat ‘id dan qurban.
2.   Hadits Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْها قَالَتْ : أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ ، فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ . قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِحْدَانَا لا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ . قَالَ : لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا .
Artinya: Dari Ummu ‘Athiyah Radhiyallahu Anha ia berkata: Kami diperintahkan oleh Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam untuk keluar ikut sholat idul fitri dan idul adha. Baik wanita yang belum baligh, Wanita yang sudah baligh atau wanita yang haid. Dan adapun wanita haid maka mereka tidak ikut sholat ‘id nya dan mendengarkan khutbahnya saja. Aku (ummu ahtiyah) berkata: wahai Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam! Salah seorang diantara kami tidak memiliki jilbab, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: hendaklah salah seorang diantara kalian meminjamkan jilbab untuknya”. (H.R Bukhari Nomor 324, Muslim nomor 890 )
Hadits ini adalah dalil yang paling kuat untuk dijadikan hujjah bahwa hukum sholat ‘id adalah fardhu ain. Alasanya adalah:
1.      Bahwa Rasulullah Shollallahu ;Alaihi Wa Sallam memerintahkan bagi semua laki-laki untuk keluar melaksanakan sholat ‘id. Dan tidak boleh meninggalkanya.
2.      Bahkan beliau Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan para wanita dan anak-anak untuk keluar ikut melaksanakan sholat ‘id atau wanita haid untuk ikut menyaksikan khutbah sholat ‘id.
3.      Wanita yang tidak memiliki jilbabpun disuruh oleh Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam untuk dipinjamkan jilbab untuk dia pakai agar dia bisa ikut disholat ‘id. Lalu bagaimana dengan laki-laki??? Maka berarti jauh lebih wajib untuk ikut. Inilah yang ungkapkan oleh Syekh ibnu utsaimin didalam maj’mu’ fatawa’ (16/214)
Syekh utsaimin juga berkata dalam maj’mu’ fatawa’ (16/217): dalil yang saya rojihkan dalam permasalah ini adalah yang mengatakan fardhu ‘ain bagi laki-laki kecuali bagi yang memiliki udzur syar’I”.
Syekh bin baz juga berkata dalam majmu’ fatawa (7/13): mengenai pendapat fardhu ‘ain “ inilah perkataan yang dzhohir terhadap dalil dan yang lebih dekat dengan kebenaran”.

Tata Cara Shalat 'Idain

Tata Cara Shalat 'Idain
Adapun tata cara sholat idul fitri atau idul adha adalah sebagai berikut
1.   Tidak didahului oleh adzan atau iqomah, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الصَّلاَةَ يَوْمَ الْعِيدِ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ
Artinya: Dari Jabir Bin Abdullah Radhiyallahu Anhu ia berkata: Saya menyaksikan (mendirikan) sholat ‘Id bersama Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau Shollallahu ‘Alaihi Wasallam mendirikan sholat sebelum khutbah, tanpa azan dan tanpa iqomah.” (H.R Muslim Nomor 885)
Imam Asy-Syafi’I Rahimahullahu ta'ala  Berkata: “akhbaronaa tsiqoh dari Az Zuhri ia berkata : “tidak dikumandangkan adzan untuk 2 sholat I’ed pada masa Nabi Sholollahu alaihi wa Salam tidak  juga Abu Bakar, Umar dan Utsman, sampai Muawiyah membuat-buat hal itu di Syam dan juga Al Hajaaj di Madinah. Berkata Az Zuhri : Nabi Sholollahu alaihi wa Salam memerintahkan Muadzin pada 2 sholat I’ed untuk mengatakan : Ash-sholatul jaamiah”.([1])
2.   Hendaknya sholat didirikan sebelum khutbah ‘id, yaitu sholat dulu kemudian khutbah. sebagaimana Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَكُلُّهُمْ كَانُوا يُصَلُّونَ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
Artinya: Dari Abdullah Bin Abbas Radhiyallahu Anhuma ia berkata: Saya menyaksikan (mendirikan) sholat ‘Id bersama Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, Dan juga menyaksikan (mendirikan) bersama abu Bakar, Umar Dan Utsman. Mereka semua mendirikan sholat sebelum khutbah”. (H.R Bukari Nomor 962,964, 5881)
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي فِي الْأَضْحَى وَالْفِطْرِ ثُمَّ يَخْطُبُ بَعْدَ الصَّلَاةِ
Artinya: Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu Anhuma ia berkata: Sesungguhnya Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam di waktu idul adha dan idul fitri, mendirikan sholat terlebih dahulu kemudian khutbah setelah sholat”. (H.R Bukari Nomor 957, 904)
3.   Shalat Id dilakukan dua rakaat, pada prinsipnya sama dengan shalat-shalat yang lain. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَرَجَ يَوْمَ أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا
Artinya: Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam shalat pada hari ied dua rakaat, tidak shalat pada sebelumnya dan tidak pula sesudahnya.” (H.R Bukhari Nomor 945, 989,1449 Dan Muslim Nomor 1476)
Namun ada sedikit perbedaan yaitu dengan ditambahnya takbir pada rakaat yang pertama 7 kali dengan takbiratul ihram, dan pada rakaat yang kedua tambah 5 kali takbir selain takbiratul intiqal. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
حَدَّثَنَا أَبُو مَسْعُودٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ عَقِيلٍ ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدِ بْنِ عَثْمَةَ ، حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ جَدِّهِ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ كَبَّرَ فِي الْعِيدَيْنِ سَبْعًا فِي الأُولَى ، وَخَمْسًا فِي الآخِرَةِ.
Artinya: Dari Amr’ bin Auf, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu menuturkan : “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bertakbir pada shalat iedain (idul fitri dan idul adha) tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat terakhir (kedua –ed)” (HR. Ibnu Majah Nomor 1279, Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
4.   Disunnahkan membaca dirakat pertama Qur’an Surat Qaf dan pada rakaat kedua Qur’an Surat Al-Qamar. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ ضَمْرَةَ بْنِ سَعِيدٍ الْمَازِنِيِّ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ سَأَلَ أَبَا وَاقِدٍ اللَّيْثِيَّ مَا كَانَ يَقْرَأُ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْأَضْحَى وَالْفِطْرِ فَقَالَ كَانَ يَقْرَأُ فِيهِمَا بِق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ وَاقْتَرَبَتْ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ
Artinya: Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu Anhuma ia berkata: Sesungguhnya Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam di waktu idul adha dan idul fitri, mendirikan sholat terlebih dahulu kemudian khutbah setelah sholat”. (H.R Muslim Nomor 891)
Atau pada rakaat pertama Q.S Al-A’la, dan pada rakaat yang kedua Q.S Al-Ghasyiah


([1])  Al Umm (2/500/501 cet. Darul Wafa Tahqiq DR. Rifat Fauzi

Tata Cara Khutbah I’dain

Tata Cara Khutbah I’dain
Adapun tata cara khutbah ‘idain adalah sebagai berikut:
1. Hendaknya khutbah dilakukan setelah sholat ‘idain, yaitu sholat terlebih dahulu kemudian khutbah. Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي فِي الْأَضْحَى وَالْفِطْرِ ثُمَّ يَخْطُبُ بَعْدَ الصَّلَاةِ
Artinya: Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu Anhuma ia berkata: Sesungguhnya Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam di waktu idul adha dan idul fitri, mendirikan sholat terlebih dahulu kemudian khutbah setelah sholat”. (H.R Bukari Nomor 957, 904)
2. Khutbah hendaknya dilakukan sekali, bukan dua kali. Ini pendapatnya Imam Syaukani, Imam Shan’ani dan selainnya (lihat perkataan Imam Syaukani dalam kitab Nailul Authar, hlm. 695; Imam Shan’ani, dalam Subulus Salam, II/679; Hasan Ayyub dalam Fiqh Al ‘Ibadah wa Adillatuha fi Al Islam, hlm. 324 dan Ali Hasan Atsari dalam Ahkamul Iedain fi As Sunnah Al Muthahharah, hlm. 53).
3. Dibuka dengan pujian dan sanjungan kepada Allah. Bukan dengan takbir.
Ibnul Qoyyim Rahimahullah berkata: "Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa membuka semua khutbahnya dengan pujian untuk Allah. Tidak ada satu hadits pun yang dihafal (hadits shahih yang menyatakan) bahwa beliau membuka khutbah Idul Fitri dan Adha dengan takbir. Adapaun yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam 'Sunan'nya([1]) dari Sa'ad Al-Quradhi muadzin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau memperbanyak bacaan takbir dalam khutbah dua Id, hal itu tidaklah menunjukkan bahwa beliau membuka khutbahnya dengan takbir". [Zadul Ma'ad 1/447-448]
4.Pada khutbah Idul Fitri memaparkan tentang zakat fitrah dan pada Idul Adha tentang hukum – hukum Qurban.
Ditutup dengan do’a


([1])  Dengan nomor 1287, dan diriwayatkan juga oleh Al-Hakim 3/607, Al-Baihaqi 3/299 dari Abdurrahman bin Sa'ad bin Ammar bin Sa'ad muadzin. Abdurrahman berkata : "Telah menceritakan kepadaku bapakku dari bapaknya dari kakeknya ..." lalu ia menyebutkannya. Riwayat ini isnadnya lemah, karena Abdurrahman bin Sa'ad rawi yang dhaif, sedangkan bapak dan kakeknya adalah rawi yang majhul (tidak dikenal)