Musafir mulai
diperbolehkan ifthor apabila betul-betul ia telah melakukan perjalanan. Jika ia
masih dirumahnya atau ditempat tinggalnya, ia belum melakukan perjalanan maka
dia pada saat itu belum diperbolehkan untuk membuka puasanya atau mengqoshor
shalatnya.
Karena illat dari
membuka puasa (ifthor) atau qoshar shalat adalah safar. Jika illatnya belum
terwujud maka hukumnya juga belum terwujud.
Permasalahan ini
termasuk didalam pembahasan qaidah ulama usuliyyin:
الحكم يدور مع علته وجودا وعدما
Artinya: hukum itu akan
terus bergantung pada illatnya, ada atau tidak adanya.
Maksudnya adalah ada
illat ada hukum, tidak ada illat tidak ada hukum. Maka oleh karena itu kita
akan katakan ada safar maka ada ifthor dan qoshar shalat, tidak ada safar maka tidak
ada ifthor dan qoshar shalat. Ini semua tercakup didalam firman allah 'Azza
wajalla:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى
سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Artinya: Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak
hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain (Q.S Al-baqarah ayat 184)
Didalam ayat ini jelas
diterangkan bahwa orang yang diperbolehkan berbuka adalah yang telah melakukan
perjalanan yaitu sedang dalam perjalanan. Bukan yang belum atau hendak
melakukan perjalanan. Karena kadang seorang yang ingin melakukan perjalanan
gagal dikarenakan hal-hal tertentu. Maka oleh karena itu baru diperbolehkan
untuk berbuka puasa setelah terwujudnyan safar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar