Istihadhah adalah darah
yang berasal dari urat yang pecah/putus, yang keluarnya bukan pada masa adat
haid dan nifas -dan ini kebanyakannya-, tapi terkadang juga keluar pada masa
adat haid dan saat nifas. Karena dia adalah darah berupa penyakit, maka dia
tidak akan berhenti mengalir sampai wanita itu sembuh darinya. Karena
itulah, darah istihadhah ini kadang tidak pernah berhenti keluar sama sekali
dan kadang berhentinya hanya sehari atau dua hari dalam sebulan. [Lihat:
Al-Ahkam Al-Mutarattibah ala Al-Haidh wa An-Nifas wa Al-Istihadhah hal. 16-17]
Wanita yang mengalami istihadah tidak
sama dengan yang mengalami haid atau nifas. karena darah istikhadhoh adalah
darah penyakit. maka itu tidak menjadikan wanita untuk merasa takut atau ragu
untuk ibadah seperti puasa haji dan sebagainya. bahkan tidak boleh baginya
untuk meninggalkan ibadah hanya karena mengalami istihadhoh, ini berdasarkan
sabda rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam :
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ أَبِي رَجَاءٍ قَالَ : حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ قَالَ : سَمِعْتُ
هِشَامَ بْنَ عُرْوَةَ قَالَ : أَخْبَرَنِي أَبِي ، عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ فَاطِمَةَ
بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ سَأَلَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَتْ إِنِّي
أُسْتَحَاضُ فَلاَ أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلاَةَ فَقَالَ : لاَ, إِنَّ ذَلِكِ
عِرْقٌ وَلَكِنْ دَعِي الصَّلاَةَ قَدْرَ الأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ
فِيهَا ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي.
Artinya: “ dari aisyah radhiyallahu
anha, sesungguhnya Fatimah binti abi hubaisy bertanya kepada rasulullah
shollallahu alaihi wasallam: sesungguhnya saya istihadhoh, maka saya tidak
suci, apakah saya harus meninggalkan shalat? maka rasulullah shollallahu
'alaihi wasallam menjawab: Tidak, sesungguhnya itu hanyalah urat (pada rahim)
yang terbuka, akan tetapi tinggalkan shalat seukuran engkau biasa mengalami
haid kemudian mandilah (haid) dan shalatlah (HR. Al Bukhari no 306, 320, 331, 228).
jadi, wanita yang istihadahoh tetap
harus melaksanakan shalat, puasa dan haji serta yang lainya: juga boleh digauli
oleh suaminya.
Wanita yang mengalami istihadah ada
tiga keadaan :
PERTAMA: DIA MEMILIKI MASSA HAID YANG
JELAS SEBELUM ISTIHADHAH.
Maka kondisi yang seperti ini
dikembalikan kepada masa haidnya yang sudah diketahui pada massa sebelum dia
istihadhah dan di luar hari hari yang biasa dia mengalami haid, berlaku padanya
hukum wanita yang istihadhah.
Fatimah bintu Abi Hubaisy berkata :
wahai Rasulullah sesungguhnya aku mengalami istihadhah dan tidak pernah suci.
Apakah aku harus meninggalkan shalat ? beliau menjawab :
“ Tidak, sesungguhnya itu hanyalah
urat (pada rahim) yang terbuka, akan tetapi tinggalkan shalat seukuran engkau
biasa mengalami haid kemudian mandilah (haid) dan shalatlah (HR. Al Bukhari).
KEDUA:TIDAK MEMILIKI KEBIASAAN HAID
YANG JELAS SEBELUM ISTIHADHAH.
Apabila dia tidak memiliki kebiasaan
haid yang jelas sebelum dia mengalami istihadhah, karena istihadhah itu
berlangsung terus menerus sejak awal keluar darah darinya.
Maka pada kondisi yang seperti ini
dia beramal dengan perbedaan kondisi darah yang keluar tersebut. dimana haidnya
diperhitungkan dengan kondisi darah yang berwarna kehitaman, atau kental atau
baunya yang dengan itu berlaku padanya hukum – hukum haid. Adapun jika cirinya
tidak seperti itu maka di hukumi darah istihadhah sehingga berlaku padanya
hukum – hukum istihadhah. Hal ini berdasarkan sabda nabi kepada Fatimah bintu
Abi Hubaisy :
“ jika darah itu haid, maka
sesungguhnya darahnya kehitaman dan dikenali. Jika demikian kondisi darahnya
maka tahanlah dirimu dari melakukan shalat. Sedangkan jika kondisi darahnya
tidak demikian , maka berwudhulah dan shalatlah karena sesungguhnya itu
hanyalah dari urat (rahim) yang terbuka (HR. Abu Dawud dam An Nasa’I dan
dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim)
pada sanad dan matannya hadist ini
ada kelemahan, akan tetapi para ulama telah beralmal dengan hadist tersebut.
dan yang demikian lebih utama daripada mengembalikan hukum wanita yang
kondisinya seperti ini kepada adat / kebiasaan keumuman wanita.
KETIGA: SEORANG YANG TIDAK MEMILIKI MASA HAID YANG
JELAS JUGA DAN TIDAK ADA PERBEDAAN KONDISI PERBEDAAN DARAH YANG JELAS PULA.
Seperti seorang yang mengalami istihadhah terus menerus sejak pertama kali keluar darah, sedangkan sifat darahnya sama atau sifatnya kacau, sehingga tidak mungkin di hukumi sebagai darah haid. Kondisi ini di berlakukan padanya kondisi haid keumuman wanita.
Contoh dalam masalah ini : seorang
melihat darah terus keluar pada hari kelima bulan tersebut. kemudian darah
terus keluar tanpa ada perbedaan sifat darah yang jelas untuk bisa dihukumi
sebagai darah haid, tidak dari sisi warnanya tidak pula yang lainya. Maka haid
dihitung setiap bulan selama enam atau tujuh hari. Dalilnya adalah hadist
Hamnah bintu Jahsyin dia berkata :
“wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku mengalami istihadhah banyak sekali. Bagaimana
menurutmu? Aku telah terhalang dengan sebab itu dari menuaikan shalat dan
puasa”. Beliau berkata : “aku akan tunjukan padamu untuk mengetahuinya. Gunakan
kapas untuk menutup kemaluanmu karena di akan menutup aliran darahmu” dia
berkata : darah tersebut terlalu deras. Kemudian di hadist tersebut Nabi
bersabda : “sesungguhnya darah tersebut tendangan – tendangan syaitan, maka
massa haidmu enam atau tujuh hari berdasarkan ilmu Allah Ta’ala. Kemudian
mandilah jika engkau melihat dirimu sudah bersih (dari haidmu) dan berpuasalah”
(HR.Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan beliau menshahihkannya. Di nukilkan
bahwasannya Imam Ahmad menshahihkanya dan Al Bukhari menghasankannya)”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar