Dalam hal pelaksanaan qodho' manusia
dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
Pertama: kelompok yang menyegerakan diri
didalam mengqodho' puasanya. Baik itu karena ia ingin segera puasa syawal
sehingga ia ingin meraih pahala disisi Allah 'Azza wajalla, seperti yang
digambarkan oleh Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam dalam hadirtsnya.
Kedua: kelompok yang menunda-nubda qodho'
puasanya (tanpa udzur syar'i) hingga datang Bulan Ramadhon selanjutnya.
Hali ini tidak dibenarkan dalam
islam. Tidak boleh bagi seseorang menunda-nunda qodho' puasanya. Orang yang
menunda qadha puasanya sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya, wajib baginya
meng-qadha puasanya dan membayar fidyah tiap hari satu mud atau kurang lebih 1
liter beras dan kewajiban ini berulang setiap datang bulan Ramadhan semasih ia
belum meng-qhada puasanya
Sesuai dengan hadist Rasulullah Shollallahu 'Alaihi
Wasallam yang diriwayatkan dari Abi Hurairah ra “Siapa yang datang baginya
Ramadhan dan tidak berpuasa karena sakit, lalu ia tidak meng-qhada’ puasanya
sampai datang ramadhan berikutnya, maka wajib berpuasa ramadhan yang baru
datang dan meng-qadha’ puasa ramadhan yang lewat dan memberi makan orang miskin
setiap hari” (Ad-Darquthni dengan sanad dhaif dan dikuatkan dari fatwa 6
shahabat Nabi saw yaitu, Ali, Husen bin Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu
Hurairah dan Jabir Radhiallahu ‘anhum)
Ketiga: kelompok yang menunda-nubda qodho'
puasanya (karena udzur syar'i) sampai sebelum bulan ramadhon. Maka ini
diperbolehkan, berdasarkan hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُونُسَ
حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ أَبِى سَلَمَةَ قَالَ
سَمِعْتُ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - تَقُولُ كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ
مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ الشُّغُلُ
مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَوْ بِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم-
Artinya: “’Aisyah Radhiyallahu ‘Anha Berkata:
“Pernah aku mempunyai hutang puasa dari bulan Ramadhan, lalu aku tidak mampu
mengqadhanya melainkan di dalam bulan Sya’ban, yang demikian itu karena
keberadaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.” (HR.Muslim no 2743).
Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalny rahimahullah
mengomentari hadits ini:
وَيُؤْخَذ
مِنْ حِرْصهَا عَلَى ذَلِكَ فِي شَعْبَان أَنَّهُ لا يَجُوز تَأْخِير الْقَضَاء
حَتَّى يَدْخُلَ رَمَضَان آخَرُ اهـ
Dan diambil pelajaran dari semangatnya ‘Aisyah
radhiyallalhu ‘anha untuk mengqadhanya di dalam bulan Sya’ban, Bahwa
Tidak Boleh Mengakhirkan Qadha Sampai Masuk Ke Dalam Ramadhan Yang Lain.”
Lihat kitab Fath Al Bary ketika mengomentari hari di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar