Hakikat Hijrah Yaitu Hijrah Dari Maksiat Pada Allah Kepada Menta'atiNya...Ingatlah, Bahwa Maksiat Yang Paling Besar Adalah Syirik, Dan Keta'atan Yang Paling Agung adalah Bertauhid Pada Allah 'Azza Wajalla...Maka Oleh Karena Itu Bertauhidlah Kepada Allah Semata Dan Jauhilah Segala Bentuk Kesyirikan DAURAH QUBRA SEPUTAR 143 Permasalahan Puasa Dan I'tikaf Kontak Person: 085237021944

Jadwal Shalat

Radio Jihad On Line Perhatikan Waktu Shalatmu Saudaraku...Jika Waktu Shalat Tiba, Cari masjid Yang Terdekat Dengan Anda..Tunaikan Segera dan Jangan Di Tunda-tunda!!!

Jumat, 18 September 2015

Hukum Seputar Massu 'Alal Khuffain

MENGUSAP KHUFFAIN

1.   Pengertian
- “Al-Mashu merupakan bentuk mashdar dari kata kerja masaha-yamsahu. Kata massaha memiliki arti mengusap dan menghapus (Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, Cetakan Ke-25, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), hal. 1332)
-  “Kalimat masaha asy-syaia bi al-mâi’ wa nahwihi/ masaha ‘alâ asy-syaii’ bi al-mâi’ wa nahwihi (dia mengusap sesuatu dengan air dan semacamnya) maksudnya adalah ammaro yadahu ‘alaihi bihi (dia menjadikan tangannya di atas sesuatu dengan air dan semacamnya)”.( Ahmad Mukhtâr ‘Umar, Mu’jam Al-Lughoh Al-‘Arobiyyah Al-Mu’âshiroh, Jilid III, Cetakan Pertama, (Qôhiroh: ‘Âlim Al-Kutub, 2008), hal. 2094)
-  Imâm Ash-Shon’âniy menjelaskan, “Al-Khuff adalah sandal dari kulit yang menutupi kedua mata kaki”.( Muhammad bin Ismâ’îl Al-Amîr Al-Yamaniy Ash-Shon’âniy, Subul As-Salâm Syarah Bulûgh Al-Marôm min Jam’I Adillah Al-Ahkâm, Jilid I, Cetakan Pertama, (Beirut: Dâr Al-Fikr, 1991), hal. 93)
2.   Dalil di syariatkannya:
1)  Dari al Mughirah bin Syu’bah berkata: “ Saya bersama Rasulullah SAW lalu beliau berwudhu. Maka saya merunduk untuk melepaskan kedua khufnya, beliau SAW bersabda ‘ biarkan keduanya karena aku memakainya dalam keadaan suci’. Lalu beliau mengusap keduanya.” (Muttafaq alaihi)
2)  Dari Ali Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata: “Seandainya agama itu dengan akal niscaya bagian bawah khuf lebih berhak untuk diusap daripada atasnya, dan saya telah melihat Rasulullah Shollalllahu ‘Alaihi Wasallam mengusap bagian atas khuf”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang hasan
3)  Dari Shafwan bin Assal Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata: “Nabi Shollalllahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan kepada kami jika kami berpergian supaya kami tidak melepas khuf kami selama tiga hari tiga malam kecuali dari junub, akan tetapi dari buang hajat, kencing dan tidur”. Diriwayatkan oleh an Nasa’i, at Tirmidzi, dan lafazh ini adalah lafadznya, diriwayatkan pula oleh ibnu khuzaimah dan keduanya (at Tirmidzi dan ibnu Khuzaimah) menshahihkannya.
4)  Imam Ahmad dalam al-Musnad 4/363 berkata: “Ada tiga puluh tujuh sahabat yang meriwayatkan mengusap khuffain dari Nabi saw.” Sebagian ulama memasukkan hadits-hadits tentang mengusap khuffain ke dalam deretan hadits-hadits mutawatir.
3.   Kedudukan Mengusap Kedua Khuff
Kedudukan al-mashu ‘alâ al-khuffainn ini merupakan suatu rukhsoh (keringanan). “Rukhsoh secara bahasa adalah al-yusru wa as-suhûlah (keadaan mudah)”. Sedang menurut istilah adalah “hukum yang dibangun karena halangan dan ‘udzur syar’i dalam keadaan-keadaan yang khusus untuk meringankan para hamba yang memiliki berbagai halangan dan berbagai ‘udzur(Khôlid Romadlôn Hasan, Mu’jam Ushûl Al-Fiqh, (Mesir: Ar-Roudloh, 1998), hal. 138-139)
4.   Batas Waktu Dalam Mengusap
kedua khuff berlaku tiga hari tiga malam bagi musâfir (orang yang berpergian) dan sehari semalam bagi yang muqîm (orang yang menetap). Sebagaimana dalam keterangan berikut ini:
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ قَالَ: جَعَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ. أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Artinya: “Dari ‘Aliy bin Abî Thôlib, dia berkata, “Rasulullah menetapkan tiga hari dan tiga malamnya bagi musâfir, dan sehari semalam bagi yang muqîm”. (Al-Hâfidh Abî Al-Husain Muslim bin Hajjâj Al-Qusyairiy An-Naisâbûriy, Shohîh Muslim, Jilid I, Cetakan Pertama, (Riyâdl: Dâr Thoyyibah, 2006), hal. 141 dalam Kitâb Ath-Thohâroh, Bâb At-Tauqît fî Mashi ‘alâ Al-Khuffain, hadîts no. 276)
Al-Hâfidh Ibn Hajar Al-‘Asqolâniy dalam Bulugh Al-Marôm menjelaskan, tiga hari tiga malamnya bagi musâfir, dan sehari semalam bagi yang muqîm, “maksudnya adalah dalam hal mengusap kedua khuff”.( Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqolâniy, Bulûgh Al-Marôm min Adillah Al-Ahkâm, Cetakan Pertama, Tahqîq, Syarh, dan Ta’lîq Syaikh Usâmah Sholâhuddîn Manîmanah, (Beirut: Dâr Ihyâ’ Al-‘Ulûm, 1991), hal. 48)
Orang yang mengambil rukhsoh al-mashu ‘alâ al-khuffain, maka dia harus mengusap kedua khuff bagian atasnya. Selain itu, dia juga harus memakai kedua khuffnya dalam shalat. Sebagaimana ada suatu keterangan yang menyebutkan:
قَالَ عُمَرُ: إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ وَلَبِسَ خُفَّيْهِ, فَلْيَمْسَحْ عَلَيْهِمَا وَلْيُصَلِّ فِيْهِمَا, وَلاَ يَخْلَعْهُمَا إِنْ شَاءَ إِلاَّ مِنْ جَنَابَةٍ. أَخْرَجَهُ الدَّارُقُطْنِيُّ
Artinya: ‘Umar berkata, “Apabila salah seorang di antara kamu berwudlu dan dia memakai kedua khuffnya, maka hendaklah dia mengusap atas keduanya dan hendaklah dia shalat dengan memakai keduanya, serta janganlah dia membuka keduanya. Apabila dia mau, kecuali karena janabat”. (‘Aliy bin ‘Umar Ad-Dâruquthniy, Sunan Ad-Dâruquthniy, Jilid I, Cetakan Pertama, Tahqîq dan Ta’lîq Syu’aib Al-Arnaûth, (Beirut: Muasasah Ar-Risâlah, 2004), hal. 376 dalam Kitâb At-Thohâroh, Bâb fî Al-Mashi ‘alâ Al-Khuffain bi Ghoir Tauqît, hadîts no. 779)
Hadîts di atas adalah hadîts mauqûf karena hadîts tersebut penyandaran sanadnya hanya sampai kepada sahabat, yaitu ‘Umar.
Ada keterangan yang marfû’ (penyandaran sanadnya sampai kepada Nabi) berkenaan dengan hal di atas:
عَنْ أَنَسٍ  أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ وَلَبِسَ خُفَّيْهِ فَلْيُصَلِّ فِيْهِمَا وَلْيَمْسَحْ عَلَيْهِمَا ثُمَّ لاَ يَخْلَعْهُمُا إِنْ شَاءَ إِلاَّ مِنْ جَنَابَةٍ. أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ
Artinya: Dari Anas, sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu berwudlu dan memakai kedua khuff, maka hendaklah dia shalat dengan menggunakan kedua khuff itu dan hendaklah dia mengusap atas kedua khuff itu, lalu janganlah dia membuka keduanya, jika dia mau, kecuali karena janabat”. (Abû ‘Abdillâh Al-Hâkim An-Naisâbûriy, Al-Mustadrok ‘alâ Ash-Shohihain, Jilid I, Cetakan Pertama, (Al-Qôhiroh: Dâr Al-Haromain, 1997), hal. 277 dalam Kitâb Ath-Thohâroh, hadîts no. 646)
5.   Kaifiyyat (tata cara) Mengusap
kedua khuff itu adalah pada bagian atasnya. Akal dapat saja memandang mestinya mengusap kedua khuff itu bagian bawahnya, karena dia yang paling kotor. Urusan agama tidak selamanya dapat dipahami oleh akal. Sebagaimana keterangan di bawah ini menyebutkan:
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ، وَقَدْ «رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ». أَخْرَجَهُ أَبُوْ دَاوُدَ
Artinya: Dari ‘Aliy r.a., dia berkata, “Sekiranya agama itu dengan akal (pikiran), niscaya mengusap bagian paling bawah khuff itu lebih utama dari mengusap bagian atasnya, dan sungguh aku melihat Rasulullah SAW. mengusap bagian atas khuffnya”. (Abu Dâwud Sulaimân bin Al-Asy’ats As-Sijistâniy, Sunan Abî Dâwud, Jilid I, Tahqîq Muhammad Muhyiddîn ‘Abdul Hamîd, (Beirut: Al-Maktabah Al-‘Ashriyyah, T.t.), hal. 42 dalam Kitâb Ath-Thohâroh, Bâb Kaifa Al-Mashu, hadîts no. 162)

Catatan:
Adapun hadîts yang menerangkan keadaan Nabi mengusap kedua khuff pada bagian atas dan bawahnya adalah dlo’îf (lemah).

Related Post



Tidak ada komentar: