Hakikat Hijrah Yaitu Hijrah Dari Maksiat Pada Allah Kepada Menta'atiNya...Ingatlah, Bahwa Maksiat Yang Paling Besar Adalah Syirik, Dan Keta'atan Yang Paling Agung adalah Bertauhid Pada Allah 'Azza Wajalla...Maka Oleh Karena Itu Bertauhidlah Kepada Allah Semata Dan Jauhilah Segala Bentuk Kesyirikan DAURAH QUBRA SEPUTAR 143 Permasalahan Puasa Dan I'tikaf Kontak Person: 085237021944

Jadwal Shalat

Radio Jihad On Line Perhatikan Waktu Shalatmu Saudaraku...Jika Waktu Shalat Tiba, Cari masjid Yang Terdekat Dengan Anda..Tunaikan Segera dan Jangan Di Tunda-tunda!!!

Rabu, 10 Juli 2013

Hukum Niat Dalam Puasa (019)

19.   Hukum Niat Dalam Puasa
 

Niat merupakan rukun bagi seluruh ibadah, begitupun dalam hal puasa. Tidak akan sah amal seseorang tanpa didahului dengan niat sebagaimana sabda Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam:
حَدَّثَنَا الحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الأَنْصَارِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ، أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ، يَقُولُ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى المِنْبَرِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya: “Sesungguhnya setiap amalan itu (syah atau tidaknya) tergantung dengan niatnya dan setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.” (HR.Al-Bukhari no 53, 5070 dan Muslim hadits no1907)
Allah subuhanahu wata'ala berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
Artinya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. (Q.S Al-haj ayat 37)

Allah subuhanahu wata'ala berfirman:
{ وَمَا أُمِرُوا إلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ }
Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama". (Q.S Al-bayyinah ayat 5)
Tujuan segala amal adalah untuk mendapatkan ketaqwaan, dan itu tidak akan bias dicapai kecuali dengan niat, maka niat termasuk syarat sahnya amal.
Akan tetapi yang perlu diketahui bahwa Niat dalam semua ibadah, baik wudhu, shalat, puasa, zakat, haji dan selainnya tidak perlu dilafazhkan.
-     Ibnu Taimiyah Rahimahullah  Berkata, “Mengucapkan niat secara jahr tidak diwajibkan dan tidak pula disunnahkan berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.” (Majmu’ Al-Fatawa: 22/218-219).
-     Dan dalam beliau berkata juga berkata: “Niat adalah maksud dan kehendak, sedangkan maksud dan kehendak tempatnya adalah di hati, bukan di lidah, berdasarkan kesepakatan orang-orang yang berakal. Walaupun dia berniat dengan hatinya, Maka niatnya syah menurut Imam Empat dan menurut seluruh imam kaum muslimin baik yang terdahulu maupun yang belakangan.” (Majmu’ Al-Fatawa : 22/236-237)
Hanya saja permasalahanya adalah kapan niat dilakukan? Apakah setelah magrib, dipertengahan malam atau ketika mau sahur, atau setelah fajar?.
Dalam masalah ini perbedaan pendapat para ulama:
Petama: niat bisa dilaksanakan mulai terbenamnya matahari sampai siang hari, maka boleh puasa kemudian niatnya siang hari. Inilah pendapat abu hanifah rahimahullah.
Al-kaassa'I berkata: sekalipun puasa ramadhon, atau puasa sunnah lainya, atau puasa nadzar. Yaitu boleh mengucapkan niat setelah terbitnya fajar. ([1])
Kelompok ini berdalil dengan hadits Rasulullah Shollalahu 'Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي عُبَيْدٍ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ رَجُلًا يُنَادِي فِي النَّاسِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ إِنَّ مَنْ أَكَلَ فَلْيُتِمَّ أَوْ فَلْيَصُمْ وَمَنْ لَمْ يَأْكُلْ فَلَا يَأْكُل
Artinya : nabi shollallahu 'alaihi wasallam mengutus seorang laki-laki dari sahabatnya untuk menyeru manusia ketika hari 'asyura' "Sesungguhnya siapa yang telah makan maka silakan sempurnakan atau berpuasalah, dan barang siapa yang belum makan maka janganlah makan  ([2])
Dilihat dari dalil yang mereka ajukan disini, dapatlah kita ketahui bahwa puasa as-yura' menurut mereka adalah hukumnya wajib.
Imam nawawi membantah pendapat kelompok ini. Beliau berkata bahwa puasa asyura' hukumnya sunnah. Inilah yang kuat yaitu bukan wajib, dan inilah pendapat syafi'iyyah yang shohih" (al-majmu' 6/301)
Imam Nawawi berdalil dengan hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَمِعَ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِى سُفْيَانَ رضى الله عنهما - يَوْمَ عَاشُورَاءَ عَامَ حَجَّ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ يَا أَهْلَ الْمَدِينَةِ ، أَيْنَ عُلَمَاؤُكُمْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ  صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « هَذَا يَوْمُ عَاشُورَاءَ ، وَلَمْ يُكْتَبْ عَلَيْكُمْ صِيَامُهُ ، وَأَنَا صَائِمٌ ، فَمَنْ شَاءَ فَلْيَصُمْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيُفْطِرْ »
Artinya: Sekarang adalah hari asyura', dan kalian tidak diwajibkan puasa didalanya, dan saya berpuasa, maka barang siapa yang ingin puasa silakan, dan yang ingin berbuka juga silakan. (H.R Bukhari no 2003, Muslim No 1129)
Imam nawawi berkata: Hadits di atas menunjukkan bahwa puasa asyura' adalah sunnah.
Akan tetapi yang benar adalah bahwa puasa asyura' hukumnya wajib kemudian dinasakh oleh wajibnya Puasa Ramadhon, berdasarkan Hadits Rasulullah Sholllallahu 'Alaihi Wasallam:
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، قَالَ : أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَمَرَ بِصِيَامِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ ، وَمَنْ شَاءَ أَفْطَر
Artinya: Rasulullah Shollalahu Alaihi Wasallam memerintahkan untuk puasa asyura', maka ketika diwajibkan puasa ramadhan maka barang siapa yang ingin puasa asyura' silakan, dan yang ingin berbuka juga silakan. (H.R Bukhari no 2001, Muslim No 1125)
Ibnu hajar berkata: setelah dikumpulkan semua dalil maka puasa asyura' pertama kalinya adalah wajib dikarenakan kuatnya dalil untuk puasa didalamnya, kemudian dita'kidkan dengan kalimat perintah, kemudian dikuatkan lagi dengan himbauan secara umum, kemudian dikuatkan lagi dengan tidak boleh makan disiang harinya, kemudian dikuatkan lagi oleh perintah untuk para ummahat untuk tidak menyususi anak2 didalamnya, dan dikuatkan lagi perkataan ibnu mas'ud didalam shohih bukhari : tatkala diwajibkan puasa ramadhon, maka ditinggalkan puasa 'asyura', maklum bahwa ditinggalkan adalah wajibnya, bukan mustahabbunnya". (lihat fathul bari 4/247, zadul ma'ad 2/67-77)
Kedua:  imam ahmad, imam malik, imam syafi'I, ishaq, daud adz-zohiry dan
 jumhur ulama salaf berkata: tidak sah puasa seseorang yang dimalam harinya yang tidak berniat. ([3])
Kelompok ini berdalil dengan hadits Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam:
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ الأَزْهَرِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ ، عَنْ سَالِمٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، عَنْ حَفْصَةَ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ.
Artinya: dari ibnu umar dari hafsah sesuangghunya Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam  bersabda: barang siap yang berniat puasa dimalam harinya maka tidak ada puasa baginya([4])
Hadits ini berlaku untuk puasa wajib, adapun puasa sunnah maka boleh niat disiang hari atau setelah fajar([5]), sebagaimana sabda Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam
Ibnu qudamah berkata: tidak sah puasa seseorang tanpa niat, ini adalah ijma'. Baik itu puasa sunnah ataupun puasa wajib karena yang akan membedakan antara ibadah yang satu dengan yang lainya adalah niat seprti shalat kemudian puasa, apakah itu puasa sunnah atau ramadhan atau nadzar? Dan nadzar disyaratkan niat dimalam hari. Ini menurut imamuna (imam ahmad), imam malik dan imam syafi'I (lihat al-mughni 4/ 333)


([1]) Lihat Bada'i'u as-shona'I ' jilid  2/ hal 85
([2]) H.R Bukhari no 2007, Muslim No 1135
([3]) Lihat al-ma'unah (1/457), al-inshof (7/395), al-majmu' (6/300)
([4]) H.R Tirmidzi No 730, Abu Daud No 2454, An-nasa'I No 2334, Ad-darimy No 1698,
Ibnu hajar berkata dalam fathul barri 4/142: perbedaan ulama apakah hadits ini mauquf atau marfu'?. Imam tirmidzi dan nasa'I merojihkan bahwa hadits ini adalah mauquf.
Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban dan Ibnu Hazm Berkata: Hadits ini adalah shohih
Imam Ahmad  didalam Musnadnya 6/287, meriwayatkan dengan lafadz  ((من لم يجمع...))
([5]). Lihat kitab "anniyat fiil ibadat lil asyqari 1/174

Related Post



Tidak ada komentar: