Allah subuhanahu wata'ala
berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
artinya: “Dan
pergaulilah isteri-isterimu dengan ma’ruf (dengan baik).” (an-Nisa’ : 17).
Mencium adalah salah satu cara menyayangi istri dan
mempergaulinya dengan pergaulan yang baik. dan ini boleh dilakukan didiluar
puasa ataupun didalam puasa. dan itu tidak sampai membatalkan shalat
didalam satu hadits diterangkan bahwa:
حَدَّثَنَا رَبِيعٌ
الْمُؤَذِّنُ، قَالَ: ثنا شُعَيْبٌ، قَالَ: ثنا اللَّيْثُ، عَنْ بُكَيْرِ بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الأَشَجِّ، عَنْ أَبِي مُرَّةَ، مَوْلَى عَقِيلٍ عَنْ حَكِيمِ
بْنِ عِقَالٍ، أَنَّهُ قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا "
مَا يَحْرُمُ عَلَيَّ مِنَ امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ ؟ قَالَتْ: فَرْجُهَا
"
Telah menceritakan kepada kami Rabii’ Al-Muadzdzin, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’aib, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Al-Laits, dari Bukair bin ‘Abdillah bin Al-Asyajj,
dari Abu Murrah maulaa ‘Aqiil, dari Hakiim bin ‘Iqaal : Bahwasannya ia pernah
bertanya kepada ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa : Apa yang diharamkan dari
istriku sedangkan aku berpuasa ?”. Ia menjawab : “Farji (kemaluan)-nya”
[Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar no. 2190;
sanadnya shahih].
عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ
أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلابَةَ، عَنْ مَسْرُوقٍ، قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا
يَحِلُّ لِلرَّجُلِ مِنَ امْرَأَتِهِ صَائِمًا؟ قَالَتْ: كُلُّ شَيْءٍ إِلا
الْجِمَاعَ "
Dari Ma’mar, dari Ayyuub, dari Abu Qilaabah, dari
Masruuq, ia berkata : Aku bertanya kepada ‘Aaisyah tentang apa yang dihalalkan
bagi seorang laki-laki yang berpuasa terhadap istrinya. Ia menjawab : “Semua
hal, kecuali jima’” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 8439].
Riwayat Ma’mar dari Ayyuub diperbincangkan oleh
sebagian ahli hadits, namun dikuatkan oleh riwayat sebelumnya sehingga shahih.
Ash-Shan’aniy berkata :
الأظهر أنه لا قضاء ولا كفارة إلا على من جامع وإلحاق
غير المجامع به بعيد.
“Tapi pendapat yang paling benar adalah tidak perlu
qadla’ dan tidak perlu kaffarat, kecuali bagi orang yang melakukan jima’.
Dan menyamakan sebab lain dengan jima’ adalah tidak benar” [Subulus-Salaam oleh
Ash-Shan’aniy, 2/226; Daarul-Hadiits, Cet. Thn. 1425].
An
Nawawi rahimahullah
mengatakan, “Tidak ada perselisihan di antara para ulama
bahwa bercumbu atau mencium istri tidak membatalkan puasa selama tidak keluar
mani”. ([1])
Para
ulama menggolongkan ciuman ke dalam perkara yang dimakruhkan dalam puasa,
apabila ciuman itu membangkitkan syahwat. Kalau tidak membangkitkan syahwat,
ciuman tidak dipermasalahkan, tetapi lebih baik tetap dihindari.([2])
jika mampu menahan nafsu untuk tidak sampai jima' dengan istri maka
tidaklah mengapa, karena hal itupun pernah dilakukan oleh rasulullah
shollallahu 'alaihi wasallam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar