setelah membaca dan mencermati tulisan yang akan kami paparkan dibawah ini nanti, maka penulis sangatlah heran penuh kaget. Bagaimana tidak wahai saudara-saudaraku, orang yang menjadi penggemarku selama ini adalah ternyata tokoh sesat aliran liberal. Kucoba bertanya…oh ya allah bagaimana mungkin ini bisa terjadi, tapi mungkin begitulah kekuasaan allah. Allah maha memberi hidayat pada siapa yang ia kehendaki dan menyesatkan hambanya yang ia kehendaki. Dan tidaklah yang disesatkan allah kecuali mereka termasuk orang-orang yang rugi.
Siapa yang tidak kenal dengan syafi'I ma'rif, yang pernah menjadi ketua PP muhammadiyah sebelum masa jabatan Din syamsudin. Silakan baca sendiri komentar sayfi'I ma'rif tentang demokrasi baik yang ada di iran atau di indonesia atau di yang lainya. Yang semua itu berakhir pada kesimpulan penulis bahwa ia membolehkan berhukum dengan demokrasi bahkan sangat mendukung akan hal itu.
Padahal demokrasi adalah hukum sesat dari syetan dan orang-orang kafir yang selalu memerangi allah dan rasulnya. Yang mereka tidak akan rela al-qur'an dan as-sunnah dijadikan hukum dunegeri islam. Akal manakah yang bisa menerima dan membenarkan berhukum dengan hukum demokrasi? Kecuali mereka yang telah mati hatinya. Naudzubillah min dzalik
(Abu Mu'tashim Az-zira)
inilah tulisan buya yang penulis maksud. silakan dibaca.
Sumber informasi: emgain adminm Minggu, 14 Februari 2010.

Boleh jadi, pada saatnya nanti, demokrasi Iran akan melumpuhkan gurita itu sehingga seorang akan dapat secara bertanggung jawab melaksanakan tugasnya sebagai presiden pilihan rakyat. Tetapi, sistem demokrasi yang coba dikembangkan di Iran sungguh merupakan terobosan sejarah yang telah berhasil memutus rantai dinastik sampai batas-batas tertentu. Negara-negara Arab yang masih berpegang kepada sistem dinastik-despotik semestinya merasa malu dengan terobosan Iran ini.
Pada 12 Juni yang lalu, Iran baru saja melaksanakan pilpres yang sayang berbuntut kekerasan. Kekuatan reformis di bawah pimpinan Mir Hossein Mousavi tidak menerima hasil pilpres itu yang dinilai curang dan menuntut diadakan pemilihan ulang. Di belakang Mousavi, sesungguhnya berdiri Khatami dan Rafsanjani, keduanya adalah mantan presiden yang masih berpengaruh. Sekiranya aparat tidak sampai membunuh para demonstran, gaungan cacat demokrasi Iran tidak akan begitu membahana. Presiden terpilih Mahmoud Ahmadinejad tidak perlu terlalu tegang menghadapi entakan kaum reformis ini, dengan catatan tuduhan kecurangan pilpres benar-benar dibongkar secara jujur dan adil. Kita berharap agar Iran akan berhasil menyelamatkan demokrasinya yang belum berusia panjang. Apalagi, sebenarnya sistem itu asing dalam tradisi Syiah, sebagaimana telah disinggung di atas.
Sekarang, kita turun ke Indonesia. Pilpres langsung tahun 2004 relatif aman dan terkendali. Dunia luar memuji demokrasi rakyat yang mayoritas Muslim itu. Seorang pengamat pemilu Indonesia, Jimmy Carter misalnya, sampai-sampai mengatakan bahwa ternyata demokrasi selaras dengan ajaran Islam. Komentar Carter ini telah dikutip oleh media di seantero jagat. Demokrasi Indonesia jadi buah buah bibir di mana-mana: ternyata Islam Indonesia bersahabat dengan sistem demokrasi. Bahwa demokrasi kita belum berpihak kepada kepentingan rakyat banyak, itu masalah yang memang sangat mengganggu kita semua.
Inilah salah satu tantangan yang menghadang pemerintah yang akan datang, siapa pun yang terpilih menjadi presiden dan wakilnya pada 8 Juli nanti. Demokrasi prosedural dan teknis yang telah berjalan relatif baik di Indonesia harus secepatnya diarahkan kepada tujuan sejati sistem itu: kesejahteraan bersama. Tanpa bergerak ke arah ini, demokrasi dapat menjadi bumerang dan malapetaka, sesuatu yang wajib dihindari oleh bangsa ini secara keseluruhan tanpa kecuali. Para elite sebagai pemain terdepan di panggung politik mesti mengantisipasi serba kemungkinan buruk ini. Caranya sederhana saja, yaitu ubah tingkah laku agar mendekati posisi calon negarawan.
Akhirnya, budaya kekerasan sebagai ekor pilpres Iran jangan dibawa ke Indonesia.
Siapa pun yang terpilih nanti melalui pemilihan yang jujur dan adil harus diterima dengan penuh pengertian dan kesabaran. Di sinilah, peran KPU menjadi sangat krusial untuk mengurus masalah DPT semaksimal mungkin sehingga tuduhan serba curang akan terhapus dalam kosakata Pilpres 2009 ini. Saya mohon agar KPU sekarang mau belajar kepada KPU periode lalu yang ternyata jauh lebih profesional. Adapun suara teman kita, Permadi, agar Megawati dan JK memboikot pilpres tidak perlu dipertimbangkan, dengan catatan KPU bekerja maksimal dan belajar menjadi profesional. Taruhan di depan KPU sungguh dahsyat. Karena itu, harus tidak sungkan belajar kepada pendahulunya demi kepentingan masa depan demokrasi Indonesia...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar